Senin, 07 Agustus 2023

Daftar Kitab Kuning yang Wajib Di Miliki

 Daftar Kitab Kuning yang Wajib Di Miliki 


Jika mendengar kata kitab kuning, pasti pikiran kita tertuju pada buku yang ada di pesantren. Sering juga suatu lembaga tidak dapat dikatakan sebagai pesantren apabila tidak mengkaji kitab kuning. Kitab kuning dibuat oleh ulama-ulama klasik yang berasal dari Jazirah Arab yang ditulis dengan gundul atau tanpa harakat (tanda baca dalam bahasa Arab), sehingga membutuhkan ilmu dan pemahaman yang tinggi.

Mengutip buku berjudul Kitab Kuning dan Dinamika Studi Keislaman karangan Dr. Mohammad Thoha, M.Pd.I. (2018: 5) disebut kitab kuning karena referensi buku-buku klasik bahasa Arab yang memuat kajian-kajian ilmu islam dengan kertas berwarna kekuningan. Kitab ini memuat khasanah keagamaan, tata cara peribadatan, pergaulan, etik dan cara pandang kehidupan.

 

Daftar Nama Kitab Kuning di Pesantren

Ada banyak sekali kitab kuning yang beredar di pesantren. Berikut beberapa kitab kuning yang biasa dipelajari di lingkungan pesantren.


1. Kitab Al-Jurumiyah

Kitab ilmu nahwu (ilmu tentang anatomi dan bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab) yang dikarang oleh Syekh Sonhaji. Kitab ini diperuntukkan untuk para santri yang baru belajar kitab kuning, karena kitab ini disusun secara sistematis dan diolah dengan bahasa yang mudah dipahami. Kitab ini merupakan pedoman level terendah dalam ilmu nahwu.

Al-Ajurrumiyah atau Jurumiyah (bahasa Arab: الآجُرُّومِيَّة‎) adalah sebuah kitab kecil tentang tata bahasa Arab dari abad ke-7 H/13 M. Kitab ini disusun oleh ahli bahasa dari Maroko yang bernama Abu Abdillah Sidi Muhammad bin Daud Ash-Shanhaji alias Ibnu Ajurrum (w. 1324 M).

Rumus-rumus dasar pelajaran bahasa Arab klasik ditulis dengan bentuk berima untuk memudahkan dalam menghapal. Di lingkungan masyarakat Arab kitab ini menjadi salah satu kitab awal yang dihapalkan selain Al-Qur’an.

Di kalangan pesantren tradisional, Kitab Matan al-Ajurrumiyyah merupakan textbook tentang ilmu nahwu (gramatika Bahasa Arab) yang sangat terkenal. Hampir setiap santri yang menimba ilmu di pesantren tradisional mengawali pelajaran tentang bahasa Arab melalui kitab ini. Kitab ini merupakan kitab standar yang merupakan dasar dari pelajaran bahasa Arab. Dalam praktiknya di dunia pesantren, kitab tersebut sering disebut dengan nama Jurrumiyyah.

Versi terjemahan kali ini lebih detail dan gamblang karena di sertakan contoh-contoh kalimat serta di lengkapi dengan skema materi, sehingga dengan mudah memahamkan bagi si pembaca.


2. Kitab Amtssilah At-Tashrifiyah

Selagi mempelajari ilmu nahwu, ada baiknya untuk menguasai ilmu shorof. Karena nahwu dan shorof tidak dapat dipisahkan. Shorof adalah ilmu perubahan kata yang meliputi perubahan dari kata kerja menjadi kata benda. Kitab ini dikarang oleh KH. Ma’shum ‘Aly yang berasal dari Jombang.


3. Kitab TAFSIR JALALAIN Makna Pesantren

Penulis :Jalaluddin al Mahalli | Jalaluddin as Suyuthi

Kitab ini dikarang oleh dua pengarang yaitu Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaludin As-Sayuti yang dikarang pada rentang tahun 1459 hingga 1505. Kitab tafsir ini cukup mudah untuk dipahami sehingga kitab ini sering diberikan kepada santri-santri yang baru belajar kitab kuning.

Inilah kitab tafsir Jalalain, yang ditulis dua ulama terkenal yaitu Imam Jalaluddin Muhammad dan Imam Jalaluddin Abul Fadhl Abdurrahman. Ditulis oleh dua ulama yang memiliki nama depan Jalaluddin, itulah kenapa disebut kitab tafsir Jalalain atau Al-Jalalain, karena artinya dua Jalal. Kedua penulis kitab tafsir Jalalain tersebut, lebih dikenal dengan nama Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi.

Awalnya kitab tafsir Jalalain ditulis Jalaluddin Al-Mahalli mulai dari surah Al-Kahfi sampai surah An-Naas. Namun ketika menyelesaikan tafsir surah Al-Fatihah, beliau wafat dan dilanjutkan Jalaluddin As-Suyuthi yang menulis dari tafsir surah Al-Baqarah hingga surah Al-Isra.

Secara metodologi penulisan, tidak ada perbedaan mencolok di antara dua penulis. Lalu apa kelebihan dari kitab tafsir Jalalain ini?.


Berikut kelebihan kitab tafsir Jalalain:

– Tidak bertele-tele atau ringkas.

– Mudah dipahami.

– Menyebutkan pendapat yang rajih atau kuat dari berbagai pendapat yang ada.

– Sering menyebutkan sisi i’rab dan qira’at secara ringkas.

– Para ulama banyak menelaah kitab tafsir ini dan bahkan ada yang memberikan catatan kaki, juga penjelasan.


4. Kitab Hadist Arbain Nawawi

Kitab karangan Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Murri Al Nazami An-Nawawi membahas 42 hadits yang disebut hadits arba’in (hadits 40). Fukus utama pembahasan kitab ini adalah matan hadist, yaitu hadits atau perkara sanad dalam sebuah hadist.

Walapun daftar nama kitab kuning di atas sudah beredar sejak lama, namun eksistensi kitab kuning tetap terjaga secara turun temurun dipelajari hingga sekarang.


5. Kitab Kuning Kawakib Durriyah Syarah Mutammimah

Pengarang : Syekh Muhammad bin ahmad bin abdul bari al-ahdal

Karangan Syekh Muhammad al-Ahdal dan telah di tahqiq (diteliti teks nya) oleh Alwi Abubakar Assegaf. Merupakan Syarah dari matn Mutammimah Al-Ujrumiyah

Penjelasan lebih terperinci kata perkata, dan dalam setiap pembahasannya disertai contoh-contoh kalimat dari topik pembahasan, biasanya dibaca oleh pengkaji ilmu nahwu tingkat menengah. (Untuk pengkaji tingkat lanjut disarankan membaca kitab Syarah Qotrun Nada atau Hasyiah Suja’ karena kitab tersebut memuat diskusi antara para pakar Bahasa Arab antara kelompok Ulama Kuffah dan Ulama Basrah)

Matan Mutammimah Al-Ujrumiyah merupakan pelengkap Matn Jurumiyah, dengan demikian Kitab Kawakib ad Duriyah (Syarah Mutammimah) biasanya dibaca setelah kitab Syarah Matn Ujrumiiyah (Mukhtashor Jiddan)


6. Kitab Kuning Syarah TIJAN DARORI

7. Kitab Kuning Syarah SYARAH TANQIHUL QOULL

Imam al-Nawawi al-Bantani lebih dikenal dengan spesialisasinya di bidang anotasi (syarah kitab kuning), dengan bukti ragam karyanya yang berupa penjelasan atas kitab-kitab agama, seperti Nihayah al-Zain fi Irsyad al-Mubtadi’in anotasi dari Qurrat al-Ain bi Muhimmat al-Din karya Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Kasyifat al-Saja ‘ala Syarh Safinah al-Naja, Al-Simar al-Yani’ah fi Syarh al-Riyad al-Badi’ah, dan masih banyak kitab anotasi lainnya termasuk kitab Tanqih al-Qaul.

Al-Nawawi al-Bantani tidak membuat kitab hadis Arba’in secara independen. Ia hanya melakukan pensyarahan terhadap kitab Lubab al-Hadis karya Jalaluddin al-Suyuti. Al-Nawawai al-Bantani sepakat dengan al-Suyuti bahwa penulisan hadis Arba’in adalah mengamalkan sabda Nabi Muhammad Saw. tentang keutamaan menghafal 40 hadis:

من حفظ علي أمتي أربعين حدثنا من أمر دينها قيل لها دخل من أي ابواب الجنة شئت.

Barang siapa dari umatku yang menghafalkan 40 hadis dari perkara agamanya, maka baginya bisa masuk surga dari pintu yang ia kehendaki.

Sistem penulisan yang digunakan adalah hanya mencantumkan matan inti serta meringkas jalur periwayatan. Sebagaimana diungkap oleh al-Suyuti, al-Nawawi al-Bantani mengatakan kitab ini memuat hadis-hadis Nabi Saw. dan perkataan para sahabat yang diriwayatkan secara benar dan terpercaya. Untuk lebih meringkas kitab, al-Nawai al-Bantani membuang beberapa sanadnya.


8. Kitab Kuning Syarah IMRITHI

Di kalangan santri, kitab ini menjadi salah satu sorogan favorit dan ilmu alat (tata bahasa Arab) lanjutan. Umumnya diberikan setelah tahapan Kitab Ajurumiyah dapat terhapal dan terpahami dengan baik. Karena berupa nazam (syair), kitab ini biasanya dibahas dengan cara dihafalkan oleh setiap santri. Dengan cara menghafal syair-syair itu, santri akan mudah mengingat setiap perubahan dan kedudukan kalimat yang akan dibahas di dalam kitab kuning.

Sebagaimana diungkapkan pengarang Kitab Ta’lim al-Muta’allim Ila Thariqah al-Ta’allum, Syaikh Burhanuddin Al-Zarnuji (w 620 H/1223 M), ”Setiap pelajaran hendaknya dipelajari dengan cara menghafal, baru kemudian memahaminya. Setelah menghafal dan memahami, baru melakukan pencatatan. Jangan mencatat sebelum paham karena itu akan membuang-buang waktu.”

Nazam Imrithi secara keseluruhan berjumlah sekitar 204 syair. Dalam kitab ini, juga ada Nazam Maqshud karya Syaikh Ahmad bin Abdurrahim. Nazam Maqshud berisi sekitar 113 bait syair, yang berisi tentang perubahan (i’rab) kalimat di dalam bahasa Arab.

Syaikh Syarafuddin al-Imrithi memulai pembahasan kitabnya dengan bab al-Kalam. Dalam kitabnya ini, pengarang menyebutkan tentang definisi kalam (kalimat). Kalamuhu lafzhun mufidun musnadin, wal kalimatu al-lafzhul mufidu al-mufradu. Li ismin, wa fi’lin tsumma harfin tanqasim. Wa hadzihi tsalatsuha hiya al-kalam.

Kalam itu adalah lafaz yang memberi faedah (manfaat) bersambung. Dan, kalimat adalah lafaz mufrad (sendiri) yang memberi faedah (makna). Kalam itu terbagi tiga, yaitu isim, fiil dan huruf, itulah pembagiannya. Dan, ketiga pembagian itulah yang disebutkan dengan kalam.

Penjelasan atau definisi kalam ini, sama dengan yang diterangkan oleh pengarang Matan Ajurumiyah, Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Dawud al-Shanhaji (Ibn Ajurum). Dalam matan Ajurumiyah, kalam adalah lafaz yang tersusun dan memberi faedah dengan menggunakan bahasa Arab. Dan (kalam itu), terbagi tiga, yaitu isim, fiil, dan huruf.

Perlu diketahui, dalam tata bahasa Arab, yang disebut kalam adalah kalimat dalam bahasa Indonesia. Sedangkan, kalimat dalam bahasa Arab adalah kata di dalam bahasa Indonesia. Kalam adalah bentuk jamak dari kalimat.

Karena, kitab Imrithi ini merupakan nazam dari Kitab Matan Ajurumiyah, secara keseluruhan isinya merupakan pengembangan dari kitab Matan Ajurumiyah.

Bila Matan Ajurumiyah dimulai dengan pembahasan kalam dan diakhiri dengan Bab maf’ul ma’ah, sedangkan dalam Nazam Imrithi juga dimulai dengan Bab kalam dan diakhiri dengan Bab idlofah.

Lengkapnya, pembahasan Imrithi dimulai dari bait-bait muqaddimah, lalu dilanjutkan dengan Bab Kalam, Bab I’rob, Bab Alamat I’rob, Bab Alamat Nashab, Bab Alamat Khafad, Bab Alamat Jazm, Bab Nakirah dan Ma’rifah, Bab Marfu’ati al-Asma`, Bab Na’ib al-Fa’il, hingga Bab Idlofah. Semuanya lengkap membahas mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu nahwu.

 

9. Kitab Kuning ABI JAMRAH AL-BUKHARI - 

Karya : Muhammad Ali Asy-Syafi’i

10. Kitab Kuning Syarah RIYADUL BADIAH 


11. Kitab Al Adzkar An-Nawawiyyah

Karya : Al- Imam Al-Faqih Al-Muhaddits

Mahyuddin Abi Zakariya Yahya Bin Syarifun An-Nawawy

Zikir dan doa adalah ibadah yang paling substansial bagi setiap muslim, sehingga kedua komponen ini merupakan ruh sekaligus menjadi nilai inti dari segala rutinitas ibadah. Dalam hari-hari yang sangat terbatas di dunia ini, sejak bangun tidur hingga kembali lagi ke pembaringan, sudah sepatutnya bagi hamba Allah Swt untuk senantiasa diisi dengan zikir dan doa agar semua aktivitas duniawi memiliki nilai ibadah kepada Yang Maha Kuasa.

Kitab Al-Adzkar yang bertajuk lengkap Al-Adzkar Al-Muntakhobah min Kalam Sayyid Al-Abror (Zikir-zikir pilihan dari Sayyid Al-Abror, Nabi Muhammad Saw) merupakan kitab karangan seorang ulama besar di bidang fikih dan hadis, Al-Imam Al-Alamah Al-Hafidz Abu Zakariya Yahya Muhyi Ad-din ibni Syarif An-Nawawi Ad-Dimasyqi atau lebih dikenal dengan Imam Nawawi.

Beliau lahir pada Muharam tahun 631 H di Desa Nawa, Damaskus (sekarang Ibukota Negara Suriah). Kedua tempat tersebut kemudian menjadi nisbat nama beliau, yaitu An-Nawawi dan Ad-Dimasyqi. Imam Nawawi wafat pada umur 45 tahun di desa kelahirannya, Nawa pada 24 Rajab 676 H.

Seperti namanya, kitab Al-Adzkar memuat berbagai macam zikir dan doa yang difokuskan bersumber dari Hadis Nabi Saw. Terbagi sesuai pokok-pokok utama berupa kitab, kemudian fasal, dan beberapa diperinci lagi dengan bab.

Kitab ini memiliki 20 kitab, meliputi zikir harian (pagi dan malam), lafaz-lafaz dalam salat, membaca Al-Qur’an, pujian kepada Allah Swt, selawat atas Nabi Muhammad Saw, zikir dan doa atas suatu yang mampu melemahkan diri, sakit dan mati, salat dan peristiwa tertentu lainnya, puasa, haji, jihad, berpergian (musafir), makan dan minum, salam, perizinan, bersin, menguap, nikah, nama, menjaga lisan, kumpulan doa, istigfar, dan beberapa zikir dan doa pilihan lainnya dengan total 1324 hadis ditambah beberapa pendapat para ulama.

Kitab Al-Adzkar Diawali dengan muqoddimah pengarang dan diakhiri dengan penutup kitab.

Menurut pengarang, memang pada kala itu, telah banyak ulama yang mengarang kitab dengan pembahasan utama yang serupa, yaitu tentang zikir dan doa, namun disertai dengan sanad yang panjang juga seringnya pengulangan hadis yang sama. Hal itu menurunkan himah atau semangat para pengembara ilmu. Atas latar belakang inilah, pengarang membuat kitab ensiklopedia zikir dan doa.

Dibandingkan dengan kitab-kitab sejenis, kitab ini memiliki kelebihan yang terletak pada metode penyusunannya. Yang mana, pengarang hanya menyebut nama rawi (periwayat hadis) yang awal, yaitu golongan sahabat dan tidak mencantumkan rentetan nama rawi lainnya. Menurut salah satu sumber, dengan metode demikian, pengarang digadang- gadang menjadi pelopor ‘budaya’ menghapuskan nama-nama periwayat dalam menukil hadis sehingga terkesan lebih ringkas.

Adapun kitab yang dijadikan rujukan oleh pengarang dalam menukil hadis dalam Kitab Al-Adzkar ini adalah kutub as-sittah al-mu’tabarah atau enam kitab hadis masyhur; Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah. Di akhir penyebutan hadis, pengarang juga memberikan komentar para ulama terkait derajat hadis tersebut, apakah sahih, hasan, ataupun daif.

Pada awal pembahasan, pengarang akan memberikan pengantar singkat tentang hal yang akan dibahas. Kemudian baru menyebutkan hadis-hadis terkait. Di sela-sela itu, mengingat pengarang juga merupakan seorang ulama fikih, menjadi kelebihan tersendiri dari kitab ini adalah pengarang menambahkan hukum suatu perkara menurut beberapa ulama mazhab yang berhubungan dengan hal yang sedang dibahas. Sehingga pembahasan dalam kitab ini lebih rinci tanpa mengesampingkan isi utamanya, yaitu zikir dan doa.

 

12. Kitab Kuning Syarah Bidayatul Hidayah

Kitab Bidayatul Hidayah adalah di antara kitab karangan Imam Hujjatul Islam Al-Ghazali r.a. Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-thusi Asy-Syafi’I Al-Ghazal. Secara singkat beliau sering disebut Al-Ghazali. Beliau dilahirkan pada tahun 450H/1058M di Ghazalah sebuah desa pinggiran Kota Thus, Kawasan Kurasan Iran.

Sesuai dengan arti namanya, Bidayatul Hidayah, kitab ini semacam panduan hidup dari permulaan (Bidayah) dan akan berakhir pada Hidayah (petunjuk).dalam kitab ini Imam Al-Ghazali menggariskan amalan-amalan harian yang mesti kita lakukan setiap hari dan adab-adab untuk melaksanakan amal ibadah, supaya ibadah tersebut dapat dilakukan dengan baik, penuh arti dan memberikan kesan yang mendalam.

Selain itu, beliau menyebutkan adab-adab pergaulan seseorang dengan tuhan sang pencipta dunia seisinya dan juga pergaulan dengan semua lapisan masyarakat yang ada di sekelilingnya.

Karena itulah, kitab ini berisi pada tiga bagian, yaitu adab tentang taat kepada Alloh, taat meninggalkan maksiat, dan bagian yang terakhir adalah tentang muamalat atau pembahasan tentang adab pergaulan manusia dengan tuhannya dan manusia dengan sesamanya.

Rincian dari tiga bagian itu adalah pembahasan tentang taat, yang diantaranya adalah berisi tentang adab manusia sebagai hamba dalam kehidupan sehari-hari. Pada bagian ini Imam Ghazali memulai pembahasan dengan pasal adab ketika bangun tidur yang mungkin sering dilalaikan oleh manusia.

Dan selain itu Imam Ghazali juga membahas tentang adab masuk kamar mandi, adab wudhu, mandi dan tayammum, adab menuju ke masjid, adab dalam pekerjaan setelah mahrib sampai sore, adab membaca sholawat, adab tidur, adab sholat, adab pada hari jumat dan yang terakhir adalah adab puasa. Mungkin pembahsan dalam bagian pertama jarang ada yang mengamalkannya atau menganggap sepele. Namun, pembahsan ini penting untuk manusia dan Imam Ghazali pun menerangan pada bagian ini adab mulai kita bangun tidur sampai tidur kembali.


13. Kitab Kuning Syarah USFURIYAH 


14. Kitab Kuning Syarah NURUD DHOLAM

Ilmu tauhid merupakan salah satu pelajaran wajib di lembaga pendidikan Islam, termasuk pesantren-pesantren di Indonesia. Mengapa? Karena ia menyangkut hal paling fundamental dalam Islam, yakni iman. Ilmu ini biasa juga disebut ilmu aqidah.

Jika fiqih mempelajari status hukum perbuatan lahiriah seorang mukallaf, tasawuf membahas aktivitas batin, maka aqidah adalah perihal yang berkaitan dengan keyakinan. Ketiga unsur inilah yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya yang sangat masyhur mengenai iman, Islam, dan ihsan. Ketiganya lalu diderivasikan menjadi ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf. Ketiga ilmu tersebut sangat penting untuk dipelajari, terutama ilmu tauhid yang menyangkut keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Ringkasnya bagaimana ibadah kita ingin diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala sedangkan keyakinan kepada-Nya pun masih salah, atau bahkan tidak meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan dirinya. Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap mukallaf untuk mengetahui aqidah yang benar beserta dalilnya walaupun secara global saja. Adapun dalilnya secara rinci, hukumnya adalah fardhu kifayah.

Imam an-Nawawi memasukkan perihal sehatnya keyakinan ke dalam 4 pilar dalam agama Islam yang terkumpul dalam satu bait:

أمورلدين صدق قصد وفا العهد # وترك المنهي كذا صحة العقد

“Beberapa perkara bagi agama itu benarnya tujuan, menepati janji, meninggalkan yang dilarang, begitu juga sehatnya keyakinan. (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Tuhfâtul Murîd Syarh Jauharah at-Tauhîd, Beirut: Dâr el-Kutub al-‘Ilmiyyah, cetakan kedua, 2004, h. 21).

Syekh Ibrahim al-Baijuri menjelaskan: “Maksud dari benarnya tujuan adalah melaksanakan ibadah dengan niat dan keikhlasan; menepati janji adalah menunaikan kewajiban yang ditetapkan; meningalkan larangan adalah menjauhi perkara yang diharamkan; dan sehatnya keyakinan adalah menetapi aqidah Ahlusunnah wal Jamaah (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Tuhfâtul Murîd Syarh Jauharah at-Tauhîd, Beirut: Dâr el-Kutub al-‘Ilmiyyah, cetakan kedua, 2004, h. 21).


15. Kitab Kuning Syarah KIFAYATUL AWAM

Ilmu tauhid merupakan salah satu pelajaran wajib di lembaga pendidikan Islam, termasuk pesantren-pesantren di Indonesia. Mengapa? Karena ia menyangkut hal paling fundamental dalam Islam, yakni iman. Ilmu ini biasa juga disebut ilmu aqidah.

Jika fiqih mempelajari status hukum perbuatan lahiriah seorang mukallaf, tasawuf membahas aktivitas batin, maka aqidah adalah perihal yang berkaitan dengan keyakinan. Ketiga unsur inilah yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya yang sangat masyhur mengenai iman, Islam, dan ihsan—ketiganya lalu diderivasikan menjadi ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf.

Ketiga ilmu tersebut sangat penting untuk dipelajari, terutama ilmu tauhid yang menyangkut keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala. Ringkasnya bagaimana ibadah kita ingin diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala sedangkan keyakinan kepada-Nya pun masih salah, atau bahkan tidak meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan dirinya. Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap mukallaf untuk mengetahui aqidah yang benar beserta dalilnya walaupun secara global saja. Adapun dalilnya secara rinci, hukumnya adalah fardhu kifayah.

Di pesantren, untuk mengaji aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, para santri biasanya menggunakan kitab Kifâyatul ‘Awâm, Tuhfatul Murîd Syarh Jauharah at-Tauhîd, al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, Nadham Kharîdah al-Bahiyyah, dan lain-lain. Namun kitab-kitab itu biasanya mulai dipelajari di tingkat aliyah ke atas. Adapun tsanawiyah biasanya menggunakan Mandhûmah ‘Aqîdatul ‘Awâm (atau biasa cukup disebut Aqidatul Awam) beserta syarahnya.


16. Kitab Kuning Syarah DARDIR MI’ROJ

17. Kitab Kuning Syarah FATKHUL MU’IN 


18. Kitab Kuning Hasyiyah Al Baijuri Ala Ibnu Qosim 2 Jilid

Matan Abu Syuja’ yang sangat terkenal dikalangan Asy-Syafi’iyyah ini memiliki syarah yang juga sangat terkenal dan banyak dipelajari di masyarakat yang bernama “Fathu Al-Qorib’ karya Ibnu Qosim Al-Ghozzi (w.918 H). Nah, kitab “Fathu Al-Qorib” inilah yang dibuatkan Hasyiyah oleh Al-Bajuri sehingga karyanya kemudian terkenal dengan nama Hasyiyah Al-Bajuri

Al-Bajuri melihat Matan Abu Syuja’ adalah mukhtashor yang penuh berkah dan banyak dimanfaatkan. Demikian pula syarahnya yang bernama “Fathu Al-Qorib”. Termasuk pula hasyiyah “Fathu Al-Qorib” yang bernama “Hasyiyah Al-Birmawi”.

Hanya saja, beliau melihat dalam “Hasyiyah Al-Birmawi” ini masih banyak ungkapan-ungkapan yang tidak mudah dipahami untuk pelajar pemula. Oleh karena itu, setelah melihat problem ini, beliau didorong berkali-kali oleh kolega dan ulama sezamannya untuk membuat hasyiyah dengan bahasa yang enak dan mudah dicerna oleh para pemula dan beliaupun tergerak untuk melakukannya. Karena itu lahirlah “Hasyiyah Al-Bajuri”.


Kitab Hasyiyah Al-Bajuri

Fan : Fiqh

Pengarang : Ibrahim Al Baijuri


19. Kitab Kuning Syarah NADZOM NADHOM MAQSUD MAQSHUD MAKSUD 


20. Kitab Kuning Jawahirul Bukhori

Kitab karya Syekh Muhammad Musthafa Imarah ini memiliki keistimewaan dibandingkan kitab sejenis karena berisi penjelasan atau keterangan terkait kata-kata yang memerlukan penjelasan lebih perinci.

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Jufri atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari (194-256 H) adalah seorang ahli hadis yang sangat populer di dunia Islam. Namanya melekat erat dengan hadis-hadis sahih Rasulullah SAW. Karena keahlian dan kepakarannya dalam bidang hadis, tak heran bila Imam Bukhari ditempatkan sebagai panglima hadis Rasulullah SAW.

Kitabnya Jami’ al-Shahih dan dikenal dengan nama Shahih Bukhari menjadi rujukan bagi seluruh ulama ataupun peminat ilmu hadis dalam mempelajari sejarah Rasulullah SAW, terutama berkaitan dengan perkataan Rasulullah SAW.

Karangannya yang memuat ribuan hadis sahih telah menarik minat para ulama hadis untuk meneliti lebih dalam tentang metodologi Imam Bukhari dalam menempatkan hadis yang sesungguhnya bersumber dari Rasulullah SAW. Imam Bukhari tak mau memasukkan hadis-hadis Rasulullah yang periwayatannya berasal dari orang-orang yang kurang dhabit (tidak kuat hafalannya), tidak tsiqah, dan tidak adil.

Karena itu pula, kitab Shahih Bukhari begitu banyak diminati para ulama dalam mempelajari hadis-hadis Rasulullah SAW. Salah seorang alim yang turut mempelajari dan memberikan komentar (syarah) atas kitab Imam Bukhari adalah Syekh Musthafa Muhammad Imarah al-Mishri dengan karyanya Jawahir al-Bukhari (Permata-permata Bukhari).

Selain komentar atas Shahih Bukhari, Syekh Musthafa Muhammad Imarah juga memberikan komentar atas kitab Muktashar al-Irsyad karya Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abi Bukrah bin Abd al-Malik bin Ahmad bin Muhammad bin Husayn bin Ali al-Qasthalany al-Qahirah al-Syafi’i.

Kitab Jawahir al-Bukhari yang diterbitkan oleh Nurul Ilmi ini memuat sekitar 800 lebih hadis-hadis sahih riwayat Imam Bukhari yang ditulis kembali oleh Syekh Musthafa Muhammad Imarah.


21. Kitab Kuning Syarah SULAM TAUFIQ TAUFIK 


22. Kitab Kuning Arab Kawakib Dzurriiyyah Syarah Mutammimah Ajjurumiyyah

Karangan Syekh Muhammad al-Ahdal dan telah di tahqiq (diteliti teks nya) oleh Alwi Abubakar Assegaf. Merupakan Syarah dari matn Mutammimah Al-Ujrumiyah

Penjelasan lebih terperinci kata perkata, dan dalam setiap pembahasannya disertai contoh-contoh kalimat dari topik pembahasan, biasanya dibaca oleh pengkaji ilmu nahwu tingkat menengah. (Untuk pengkaji tingkat lanjut disarankan membaca kitab Syarah Qotrun Nada atau Hasyiah Suja’ karena kitab tersebut memuat diskusi antara para pakar Bahasa Arab antara kelompok Ulama Kuffah dan Ulama Basrah)

Matn Mutammimah Al-Ujrumiyah merupakan pelengkap Matn Jurumiyah, dengan demikian Kitab Kawakib ad Duriyah (Syarah Mutammimah) biasanya dibaca setelah kitab Syarah Matn Ujrumiiyah (Mukhtashor Jiddan).


23. Kitab Matan Bukhori Matan Bukhari Shohih Hasiyah Sindi 4 Jilid 


24. Kitab AS SHOWI Syarah Tafsir Jalalain

Tafsir al-Jalalain adalah salah satu tafsir yang paling terkenal di seluruh dunia, ia telah tercetak dan terdistribusikan jutaan eksemplar. Tafsir ini sangat singkat dan padat, bahkan oleh para ulama sempat dihitung hurufnnya yang dikatakan sama dengan surah al-Fatihah sampai surah al-Muzammil.

Keringkasan tafsir yang luar biasa inilah yang mendorong keinginan para ulama untuk memberi penjelasan, komentar dan tambahan- tambahan informasi, sehingga lahirlah banyak Hasyiah atas tafsir al-Jalalain ini.


Hasyiyah as-Showi ‘ala al-Jalalayn

Tafsir ini juga termasuk tafsir yang sering dikaji oleh para ulama Indonesia di berbagai pesantren. Dalam penjelasannya, Imam as-Showi mengatakan bahwa tafsir ini adalah ringkasan dari Hasyiah al-Jamal (gurunya). Meskipun demikian beliau juga membandingkan pendapat al Jalalain dengan pendapat mufassir lainnya, lalu menyebutkan pendapatnya pribadi berdasar hadis Nabi, Sahabat dan Tabiin. Beliau juga sering mengkritisi imam al Jalalain secara santun dengan mengatakan,


كان عليه أن يقول

seyogyanya ia berkata,


كان ينبغي له أن يقول

semestinya ia berkata,


Hasyiyah as-Showi ini juga mengandung kajian i’rob yang rinci dan detail, analisis-analisis shorf dan qiro’at, juga mengandung kisah-kisah Isra’iliyyat atau bahkan kisah palsu, tanpa menjelaskan shahih dan tidaknya.


25. Kitab Kuning Syarah RISALAH RISALATUL MUAWANAH


26. Buku Kitab Kuning Hasyiah I’anah Thalibin ( 4 Jilid )

Penulis / Muallif : As Syeikh Abi Bakr Syatho

I’anatuth Tholibin merupakan kitab karya Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho ad-Dimyathi as-Syafi’I yang masyhur dengan julukan al-Bakri. Kitab ini adalah salah satu kitab yang sering menjadi rujukan primer bagi mayoritas santri dan pengikut mazhab Syafi’i di Indonesia. Kitab ini merupakan tulisan bermodel hasyiyah, yaitu berbentuk perluasan penjelasan dari tulisan terdahulu yang lebih ringkas.

Sesuai namanya, kitab ini diperuntukkan santri yang mengkaji Fath al-Mu’in. Fath al-Mu’in sendiri adalah karya al-Allamah Zainuddin al-Malibari.

Sesungguhnya kitab ini merupakan kitab mashyor, meskipun tergolong kitab yang munculnya akhir kurun yang terkebelakang, yang lebih kurang berusia 130-an tahun. Kitab I’anatuth Tholibin merupakan syarah kitab Fath Al-Mu’in.

Kedua kitab ini termasuk kitab-kitab fiqih Syafi’i yang paling banyak dipelajari dan dijadikan pegangan dalam memahami dan memu­tuskan masalah-masalah hukum. Dalam forum-forum bahtsul-masail (pengkajian masalah-masalah), kitab ini menjadi salah satu kitab yang sangat sering dikutip nash-nash­nya. Kemashyoran kitab ini dapat dikata­kan merata di kalangan para penganut Madzhab Syafi’i di berbagai belahan dunia Islam.

Latar belakang penulisan kitab ini seperti dituturkan pengarang dalam muqaddimah kitab ini berawal ketika beliau menjadi pengajar kitab syarah Fath al-Mu’in di Masjidil Haram. Selama mengajar itulah beliau menulis catatan pinggir untuk mengurai kedalaman makna kitab Fathul mu’in yang penting diingat dan perlu diketahui sebagai pendekatan dalam memahami.

Lalu, sesuai penuturan beliau, beberapa sahabat beliau memintanya untuk mengumpulkan catatan itu dan melengkapinya untuk kemudian dijadikan satu kitab (hasyiyah) yang pada akhirnya bisa lebih bermanfaat untuk kalangan yang lebih luas.

Pada akhir kitab I’anatuth Tholibin ini yakni pada juz. IV disebutkan, selesai ditulis hasyiah ini adalah pada Hari Rabu ba’da Ashar, 27 Jumadil al-Tsani Tahun 1298 H. Kitab ini tergolong fiqh mutaakhkhirin. I’anatuth Tholibin memiliki kelebihan sebagai fiqh mutakhkhirin yang lebih aktual dan kontekstual karena memuat ragam pendapat yang diusung ulama mutaakhkhirin utamanya Imam al-Nawawi, Ibnu Hajar dan banyak lainnya yang tentunya lebih mampu mengakomodir kebutuhan penelaah akan rujukan yang variatif dan efektif.

Yang menjadi rujukan dalam mengarang kitab ini adalah kitab-kitab fiqh Syafi’i mutaakhkhirin, yaitu Tuhfah al-Muhtaj, Fath al-Jawad Syarh al-Irsyad, al-Nihayah, Syarh al-Raudh, Syarh al-Manhaj, Hawasyi Ibnu al-Qasim, Hawasyi Syekh ‘Ali Syibran al-Malusi, Hawasyi al-Bujairumy dan lainnya sebagaimana beliau jelaskan dalam muqaddimah kitab ini.

Dalam buku Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, K.H. Sirajuddin Abbas mengatakan bahwa Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, pengarang kitab I’anatuth Tholibin ini sangat berjasa memberikan pelajaran kepada mukimin-mukimin dari Indonesia, sehingga pada permulaan abad ke-14 H banyak ulama-ulama murid dari beliau yang mengembangkan mazhab Syafi’i di Indonesia, sehingga ajaran itu merata di seluruh kepulauan di Indonesia.


27. Kitab Kuning Fathul Muin Muin bi Syarhi Qurratul Ain

Kitab Fathul Mu’in termasuk salah satu literatur fikih monumental yang sering dikaji dan dijadikan kurikulum disiplin ilmu fikih sebagian besar pondok pesantren di Indonesia. Umumnya, kitab ini menjadi bahan kajian atau kurikulum tingkat menengah bagi para santri atau pelajar yang telah menghatamkan kitab Fathul Qorib karya Syekh Ibnu Qasim al-Ghazi di tingkat dasar.

Memiliki nama lengkap Fathul Mu’in bi Syarh Qurrah al-‘Ain, kitab ini ditulis sebagai penjelas (Syarah) dari kitab sebelumnya, yakni Qurrah al-‘Ain bi Muhimmat ad-Din. Kedua kitab tersebut merupakan buah karya seorang ulama di wilayah Malaibar, India yang bernama Syekh Zainuddin al-Malibari (w. 987 H). Beliau termasuk salah satu murid Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H), ulama terkemuka Mazhab Syafi’i.

Menurut penuturan penulisnya, kitab Fathul Mu’in ini merupakan kitab yang isinya merupakan kajian-kajian disiplin ilmu fikih pilihan yang merujuk pada kitab-kitab pegangan buah karya ulama-ulama besar sebelumnya. Di antaranya adalah dari kitab-kitab karangan guru beliau yakni Ibnu Hajar al-Haitami, juga kitab-kitab karangan Wajhuddin Abdurahman bin Ziyad Az-Zubaidi, dan lain-lain.


28. Kitab Kuning Syarah MUKHTASOR JIDDAN 


29. Kitab Kuning Syarah MINHAJUL ABIDIN

Kitab Minhajul Abidin merupakan salah satu karya monumental Hujjatul Islam Imam Ghazali, yang mengupas tentang tahapan- tahapan menuju kesempurnaan ibadah seorang muslim. Di Pondok pesantren, kitab ini biasanya masuk dalam pembelajaran untuk meningkatkan ketaatan santri dalam beribadah, serta bimbingan ruhaniyah mereka.

Selain kitab Minhajul Abidin, ada deretan kitab karya Imam Ghazali yang juga sering kita temukan dikaji di lembaga pesantren, misalnya kitab Ihya’ Ulumiddin, Kitab, Ayyuhal Walad, al-Munqidz Min al-Dholal, Bidayatul Hidayah, hingga al-Mustasyfa dan lan sebagainya.

Walhasil, koleksi karangan Imam al-Ghazali, bisa dipastikan dipelajari di Pondok Pesantren di Indonesia. Dan khusus yang terakhir ini, akan kami ulas.


Tujuh Tahapan dalam Kitab Minhajul Abidin

Jika dilihat dari ulasannya, sesuai dengan judulnya “Minhaju” yang berarti Pedoman, dan “al-Abidin” yang berarti para hamba-hamba Allah swt. beliau memberikan tujuh tangga dan tahapan bagi seorang muslim agar dapat mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah SWT.

Adapun tahapan-tahapan dan tangga yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Tahap ilmu dan makrifat

Tahap taubat

Tahap godaan

Tahap Rintangan Dalam Beribadah

Tahap dorongan dan motivasi

Tahap menghindari faktor-faktor perusak ibadah

Tahap Syukur.

 

30. Kitab Kuning Tafsir Jalalain Dari Dua Imam Jalaludin

Penulis. : Syaikh Jalaluddin Al Mahalli, Syaikh Jalaluddin As-Suyuthi

Al-Jalalain artinya dua Jalal. Dinamakan demikian, karena kitab tafsir ini ditulis oleh dua orang ulama terkenal yaitu Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim Al-Mahalli. Beliau lahir di Mesir pada tahun 771 H dan meninggal dunia pada tahun 864 H di Mesir. Penulis kedua adalah Imam Jalaluddin Abul Fadhl ‘Abdurrahman bin Abu Bakr bin Muhammad bin Abu Bakr Al-Khudhairy Ath-Thuluuni Al-Mishri Asy-Syafi’i, biasa disebut dengan Imam As-Suyuthi.

Beliau lahir setelah Maghrib pada malam Ahad bulan Rajab tahun 849 H dan wafat pada malam Jumat 19 Jumadal Ula di rumahnya di Mesir dalam usia 61 tahun pada tahun 911 H.

Awalnya Jalaluddin Al-Mahalli menulis tafsir ini mulai dari surah Al-Kahfi sampai surah An-Naas. Dan ketika menyelesaikan tafsir surah Al-Fatihah, beliau wafat. Lalu Jalaluddin As-Suyuthi pun melanjutkannya. Beliau menulis dari tafsir surah Al-Baqarah hingga surah Al-Isra’.

Secara metodologi penulisan, tidak ada perbedaan mencolok di antara dua penulis.


Penilaian ulama mengenai tafsir Jalalain

Kelebihan kitab tafsir ini adalah:

Tidak bertele-tele (ini kitab tafsir ringkas).

Mudah dipahami.

Menyebutkan pendapat yang rajih (kuat) dari berbagai pendapat yang ada.

Sering menyebutkan sisi i’rab dan qira’at secara ringkas.

Para ulama banyak menelaah kitab tafsir ini dan bahkan ada yang memberikan catatan kaki, juga penjelasan.


31. Kitab Kuning Syarah KASIFATUS SAJA

Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani (w. 1314 H) menulis penjelasan (syarh) atas kitab Safinatun Naja karya Syaikh Salim ibn Abdullah ibn Sumair al-Hadh- rami (w. 1271 H). Kitab syarh fiqh syafii ini selesai ditulis pada tahun 1277 H.

Sebagaimana matannya, kitab syarh ini hanya mengulas pembahasan asas Islam dan iman melalui uraian tauhid, kemudian membahas thaharah, shalat, zakat dan shaum saja. Syaikh Muhammad Nawawi menjelaskan setiap teks dengan sangat terperinci. Setiap tema diberikan batasan dan definisi, ayat al-Quran dan hadits yang menjadi dalil, kemudian permasalahan yang mungkin timbul dan penekanan atas tema tertentu disajikan dalam uraian faidah, tanbih ataupun khatimah.

Bahagian terbesar dalam pembahasan kitab ini adalah mengenai shalat dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sedangkan pembahasan yang paling sederhana adalah menyangkut zakat. Syaikh Muhammad Nawawi memilih kata-kata yang mudah diingat dan dimengerti oleh pembaca, karena itu kitab ini layak dipelajari oleh pengkaji fiqh dari masyarakat awam hingga kelompok terpelajar


32. Kitab Kuning Jawahirul Bukhari Wa-Syarah Al-Qusthalaanii

kitab Jawahirul-Bukhari (جواهر البخاري) merupakan sebuah ringkasan (mukhtashar) bagi kitab Shahih al-Bukhari yang disusun oleh Syeikh al-‘Allamah Musthafa Muhammad ‘Imarah al-Mashri, seorang bekas guru di al-Madaris al-Amiriyyah, Mesir. Jumlah hadits dalam kitab ini sebanyak 700 buah, yang dipilih oleh penyusunnya dari Kitab Shahih al-Bukhari.

Di samping himpunan hadist yang diringkaskan dari Shahih al-Bukhari, penyusun juga telah melampirkan huraiannya[1] yang diambil dari Kitab Irsyad al-Sari li Syarh Shahih al-Bukhari, iaitu kitab yang menghuraikan Shahih al-Bukhari, karya Imam Syihabuddin Ahmad bin Muhammad al-Khatib al-Qasthalani (923H). Berdasarkan kandungannya, iaitu hadits dan syarahnya tersebut, kitab ini boleh juga dianggap sebagai sebuah ringkasan bagi kitab Irsyad al-Sari karya al-Qasthalani tersebut.

Berdasarkan beberapa cetakan kitab edisi Arabnya, judul kitab ini dicatatkan sebagai ‘Jawahir al-Bukhari wa Syarh al-Qasthalani 700 Hadits Masyruhah’.

Kitab ini dimulai dengan muqaddimah penyusunnya yang agak panjang, memenuhi 7 halamannya. Muqaddimahnya diakhiri dengan beberapa bait sya’ir[2] yang menerangkan kembali mengenai kitab Jawahir al-Bukharinya. Di akhir bait syair tersebut dicatatkan tahun 1341H, yang berkemungkinan tarikh cetakan pertamanya[3].

Penyusun juga telah melampirkan tarjamah (riwayat hidup) Imam al-Bukhari dan Imam al-Qasthalani. Di akhir kitab Jawahir al-Bukhari ini dilampirkan beberapa kata-kata sanjungan para ulama mengenai penyusun dan karya susunannya.

Kitab ini merupakan ringkasan Shahih al-Bukhari menjadi rujukan dan teks pengajian hadist di Nusantara. Ia telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu / Indonesia bagi memudahkan umat Islam di Nusantara memahami dan mempelajarinya. Antara terjemahan kitab ini yang dapat saya catatkan di sini, adalah;

1. Tazkir al-Qabail al-Qadi fi Tarjamah al-Bukhari, terjemahan Tuan Husain kedah (1935M). Ia telah diterbitkan pada tahun 1930M[4].

2. Terjemah Jawahirul Bukhari, terjemahan Drs. Muhammad Zuhri dan diterbitkan oleh Raja Murah al-Qana’ah, Indonesia pada tahun 1979[5].

3. Saripati Hadits al-Bukhari, terjemahan M. Abdul Ghoffar dan diterbitkan oleh Pustaka al-Kautsar, Indonesia pada tahun 2002. 










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kitab ilmu Al kaghidiyah

 Terjemahan kitab Al kaghidiyah  Daftar isi kitab alkaghiyah :   v ilmu kaghidza v Merubah kertas dengan surat jin  v BAB UANG GH...